Adalah rohaniwan, budayawan, arsitek, penulis, aktivis dan pembela wong cilik (bahasa Jawa untuk "rakyat kecil"). Ia juga dikenal dengan panggilan populernya, Rama Mangun. Romo Mangun dikenal melalui novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar. Mendapatkan penghargaan sastra se-Asia Tenggara Ramon Magsaysay pada tahun 1996. Ia banyak melahirkan kumpulan novel seperti di antaranya: Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar dan esai-esainya tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Buku Sastra dan Religiositas yang ditulisnya mendapat penghargaan buku non-fiksi terbaik tahun 1982. Dalam bidang arsitektur, beliau juga kerap dijuluki sebagai bapak arsitektur modern Indonesia. Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang, untuk rancangan pemukiman di tepi Kali Code, Yogyakarta. Ia juga menerima The Ruth and Ralph Erskine Fellowship pada tahun 1995, sebagai bukti dari dedikasinya terhadap wong cilik.
Hasil jerih payahnya untuk mengubah perumahan miskin di sepanjang tepi Kali Code mengangkatnya sebagai salah satu arsitek terbaik di Indonesia. Menurut Erwinthon P. Napitupulu, penulis buku tentang Romo Mangun yang akan diluncurkan pada akhir tahun 2011, Romo Mangun termasuk dalam daftar 10 arsitek Indonesia terbaik. Kekecewaan Romo terhadap sistem pendidikan di Indonesia menimbulkan gagasan-gagasan di benaknya. Dia lalu membangun Yayasan Dinamika Edukasi Dasar.[5] Sebelumnya, Romo membangun gagasan SD yang eksploratif pada penduduk korban proyek pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, serta penduduk miskin di pinggiran Kali Code, Yogyakarta. Perjuangannya dalam membela kaum miskin, tertindas dan terpinggirkan oleh politik dan kepentingan para pejabat dengan "jeritan suara hati nurani" menjadikan dirinya beroposisi selama masa pemerintahan Presiden Soeharto. Rama Mangun meninggal pada hari Rabu, 10 Februari 1999 pukul 14:10 WIB di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, setelah terkena serangan jantung saat berbicara di Hotel Le Meridien, Jakarta. Beliau dimakamkan di makam biara komunitasnya di Kentungan, Yogyakarta.