Malioboro

Peter Brian Ramsey Carey (Emeritus Professor di Trinity College, Oxford, Inggris yang kini juga menjabat sebagai Adjunct Professor di Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia) dalam tulisannya Jalan Maliabara ('Garland Bearing Street'): The Etymology and Historical Origins of a much Misunderstood Yogyakarta Street Name yang terbit dalam jurnal Archipel, Volume 27, 1984 mengemukakan bahwa Jalan raya ini telah ditata dan digunakan untuk keperluan upacara tertentu sekitar lima puluh tahun sebelum Inggris berkuasa di Jawa dan kemungkinan hal itu telah dikenal sebagai 'Jalan Maliabara' sejak awalnya. Perdamaian Giyanti yang ditandatangani pada 12 Februari 1755, telah membagi kekuasaan Tanah Jawa menjadi Kasusunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Pembangunan bangunan inti Keraton Kasultanan Ngayogyakarta selesai pada 7 Oktober 1756, yang kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai hari jadi Kota Yogyakarta. Bahasa Sansekerta telah berpengaruh dalam budaya dan sastra Jawa kuno. Carey menemukan sebuah petunjuk tentang asal nama Yogyakarta. Nama “Ngayogyakarta” rupanya berasal dari bahasa Sansekerta Ayodhya (bahasa Jawa: “Ngayodya”). Ayodhya merupakan kota dari Sang Rama, seorang pahlawan India dalam wiracarita Ramayana. Demikian juga dengan nama Jalan “Maliabara”—atau yang biasa ditulis sebagai Malioboro—diduga diadopsi juga dari bahasa Sansekerta “malyabhara”. Istilah Sansekerta “malya” (untaian bunga), “malyakarma” (merawat untaian bunga), “malyabharin” (menyandang untaian bunga) dapat ditemukan dalam kisah Jawa kuno. Ketiganya bisa dicari dalam kitab Ramayana abad ke-9, kitab Adiparwa and Wirathaparwa abad ke-10, dan Parthawijaya abad ke-14. Sayangnya, istilah tersebut tampaknya tidak ditemukan dalam naskah kontemporer yang berkait dengan pendirian Keraton Ngayogyakarta oleh Mangkubumi pada pertengahan abad ke-18. Namun, pada kenyataannya Jalan Maliabara menjadi rajamarga yang berfungsi sebagai jalan raya seremonial yang membelah jantung kota, menautkan hubungan sakral nan filosofis antara Keraton dan Gunung Merapi. Carey mencoba menengok tradisi dalam kota India dengan jalan raya utama yang membentang dari Timur ke Barat dan dari Utara ke Selatan. “Malioboro [Maliabara] membentang dari Selatan ke Utara,” ungkapnya, “dan kemungkinan sebagai rajamarga atau jalan sang raja.” Maliabara bukan berasal dari nama “Marlborough” yang mengacu kepada sosok orang Inggris, John Churchill, First Duke of Marlborough (1650-1722). Tampaknya leluhur Kota Yogyakarta telah mentahbiskan nama “Maliabara” dengan merujuk bahasa Sansekerta “malyabhara”. Mungkin bisa ditafsirkan makna sastrawinya sebagai “seruas marga sang raja dengan semarak untaian bunga-bunga”—keindahan yang sempurna.

source (Mahandis Y. Thamrin/NGI) , National Geographic Indonesia : Selisik Makna “Maliabara” di Yogyakarta (http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/11/selisik-makna-maliabara-di-yogyakarta) Pamungkas.net : Sejarah Malioboro Yogyakarta (http://pamungkaz.net/sejarah-malioboro-yogyakarta/)

Foto

Lokasi